Ada Apa Dengan Cinta
Kalo kita perjalanan dari Kuala Kapuas ke Palangka Raya, akan melewati yang namanya Jembatan Tumbang Nusa -nama aslinya aku ga tau, cuma orang suka menyebut seperti itu-. Jembatan ini dibangun awalnya sepanjang 7 km dan ditambah 3 km lagi. Konstruksinya seperti jalan fly over. Jembatan ini dibangun karena jalan awal (posisi ada di bawah jembatan) kalo musim air pasang pasti tergenang bahkan mobil pun ga bisa melintasi. Nah tau kan kalo udah kayak gitu, konstruksi tanah bakalan rusak dan aspal pun akan mengelupas. Maklum saja posisi daerah yang disebut Tumbang Nusa ini memang dataran rendah.
Jembatan ini menjadi jalan akses utama jika ingin ke Palangka Raya dari Banjarmasin, Kuala Kapuas, atau Pulang Pisau jadi penggunanya sangatlah banyak dan pastinya bisa dibilang sebagai prasarana umum.
Sayangnya beberapa anak muda atau mungkin juga sdh ada yang tua sengaja mencoret-coret dinding dari jembatan ini. Ada yang sekedar menuliskan nama, menuliskan nama geng nya, atau menuliskan nama dia dan pasangannya.
Oke dgn tidak menganggap hal lain itu tdk penting, mari kita bahasa tentang coretan nama berpasangan.
Mungkin dua sejoli ini ingin mematrikan namanya di jembatan atau agar diketahui orang lain tentang hubungannya. Bisa jadi biar orang lain ga ngerebut kekasihnya atau mungkin menunjukkan eksistensi hubungannya kepada orang tua yang tidak merestui.
Apapun alasan mereka, corat-coret seperti ini akan merusak keindahan. Harusnya si cowok gentlemen dong. Lamar ceweknya dan coretkan nama kalian berpasangan di undangan pernikahan. Kan bisa lengkap cantumin nama orang tua juga. Trus jangan lupa nama M. Ramdhani Sekeluarga di daftar undangannya ya
**
Berbicara masalah hubungan sejoli, di sini ada yang namanya JUJURAN. Jujuran ini diberikan pihak cowok ke cewek sebagai bukti cintanya saat melamar untuk dinikahi. Celakanya besarnya jujuran inilah yang sering menghambat cowok untuk berani melakukan lamaran. Biasanya semakin tinggi pendidikan si cewek atau semakin sukses orangtua si cewek maka akan semakin besar jujurannya.
Bahkan ada orang tua yang malu kalo jujuran anaknya kecil. Malu karena bisa diomongin orang lain. Misalnya, "eh si Aluh tu jujurannya 10juta aja maka sugih lalakiannya kada dimintai jujuran yang banyak". "Napa sedikitnya minta jujuran? Anak kam tu bungas, pintar. Larangi pang lagi". Nah nanti uang jujuran itu akan di"pamerkan" pada saat acara BEANTARAN. Disitulah letak gengsinya para orang tua.
Ada sebuah rahasia umum yang sulit dibuktikan, konon besarnya jujuran itu cuma sebatas di mulut, sebatas omongan biar ga malu dan jatuh gengsinya. "Berapa jujurannya?", "100 juta jar!". Padahal sebenarnya ga sebesar itu.
Inilah budaya, terlepas dari baik atau tidaknya hal tersebut
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar pada formulir isian berikut